Frieska sendiri sepertinya tidak terlalu ngoyo, logikanya ia enggan mengejar kereta pagi untuk dapat sampai di sekolah agar tidak terlambat, karena sebenarenya dengan berjalan kaki saja ia masih bisa tepat waktu. Tidak perlu memikirkan (terlebih dahulu) soal prestasi didalam JKT48 selama dengan menghibur dan membuat semua orang yang mendukungnya bisa senang dirasa sudah cukup.
Mungkin ketika semua orang membincangkan betapa cepatnya mobil Formula 1 milik Lewis Hamilton asal tim Mercedes Benz, ia akan lebih memilih untuk menaiki sepeda onthel memandangi betapa masyhurnya kota Bandung tercinta. Ya, ia memang lamban dan pelan; tak jarang membuat khalayak sering mengeluh terhadap dirinya. Namun, dia juga mempesona, tak kalah mempesona dari seorang Beethoven sekalipun ketika jemari Beethoven memainkan sebuah piano.
Tidak percaya? Tanyakan saja hal ini kepada Frieskavers, sebutan bagi penggemar sekaligus orang-orang yang mendukungnya dirinya.
Dan, ketika semua mengutuk bahwa ia lamban dan pelan dalam mengejar ketertinggalan dari teman-temannya, bukannya kita juga tak lebih baik dari Frieska, misal ketika harus mengulur-ulur waktu mandi pagi dan berkata ‘5 menit lagi’ sampai tak sadar kita sudah menunda waktu hampir mencapai 15 menit?
Ketika orang-orang bersicepat dan berlomba-lomba dalam hal kecepatan lalu menganggap bahwa dirinya kekurangan waktu, Frieska tak seperti itu. Mengutip perkataan milik Chairil Anwar, “hidup hanya menunda kekalahan dan tahu ada yang tetap tidak terucapkan sebelum akhirnya menyerah.”
Di zaman yang serba bergegas ini, hampir semua dihadapkan pada deadline, cita-cita, dan target muluk yang orang-orang bikin sendiri dengan mengejar waktu sesibuk dan semepet mungkin untuk melewatinya, namun Frieska lebih memilih pelan. Di tanah Jawa menyebutnya ‘alon-alon asal kelakon.’ (pelan-pelan asal dikerjakan)
Bukan berarti dengan pelan, ia berhenti dan tak berkembang sekalipun. Menurut kata Goenawan Mohamad dalam salah satu catatan pinggiran-nya bahwa kecepatan dan kekuatan bisa efektif sepeti peluru. Tapi peluru tak perlu nalar dan tak menumbuhkan tuka pikiran.
Juga mengutip tulisan milik Zen Rahmat Sugito dalam editorial-nya bahwa Waktu, bagi spesies seperti itu (antitesis dari Frieska), tak ubahnya sebuah mistar yang dicacah ke dalam ruas-ruas (bernama detik, menit, jam) yang mesti dilewati dengan terukur, sistematis dan terjadwal. Dan dengan waktu yang telah di-mistar-kan itulah orang mengukur pencapaian hidup, menakar apakah usia telah dilalui dengan penuh faedah ataukah tersia-sia.
Karena lamban dan pelan itu bukan masalah. Ketika bersicepat saja, kita juga akan membuang waktu yang sia-sia misalnya melakukan hal yang tidak penting seperti bersenandung dan mengobrol saat kita di ruang tunggu antrean bank.
Dan ketika Frieska memilih cuek akan perkembangannya di
JKT48 yang terkesan lamban dan tidak berburu waktu di zaman yang
bergegas ini, sebetulnya ia mengisyaratkan bahwa hidup memang perlu
menikmati waktu yang ada, tidak perlu ngoyo karena hidup bukan sekedar deadline yang kudu ditaati.
SUMBER : http://jkt48fans.com/menjadi-easy-going-ala-frieska.html (JKT48FANS.COM)
Good job!
BalasHapus